Ketika mendapat amanah menjadi Presiden
RI ke-3, kondisi ekonomi, sosial, stabilitas politik, keamanan di
Indonesia berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambil kebijakan
yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka Indonesia
1998 berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun revolusi berdarah. (catatan
: perlu diingat bahwa reformasi 1998 menelan ratusan bahkan ribuan
korban pembunuhan dan pemerkosaan serta serangkaian kerusuhan,
penjarahan, pembakaran, yang terutama ditujukan pada etnis Tionghoa). Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalam era revolusi jilid-2 namun hanya masuk dalam era reformasi.
Belajar dari kesalahan presiden
pendahulunya, Jenderal Soeharto, Presiden Habibie memimpin Indonesia
dengan cermat, cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibie
menunjukkan perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti
dan menerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan pada
pengamatan Habibie pada pemerintahan Orde Lama dan sebagai pejabat pada
masa Orde Baru, dimana telah mengarahkan beliau untuk mempelajari
situasi yang ada. Melalui proses yang sistematik, menyeluruh, dan
menyatu, Habibie mengembangkan sebuah konsep yang lebih jelas, sebuah
pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi
dari demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian
diimplementasikan dalam berbagai agenda politik, ekonomi, hukum dan
keamanan seperti:
- Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999)
- Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999)
- Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh Presiden (UU 23 tahun 1999)
- Kebebasan berkumpul dan berbicara, (selanjutnya masyarakat lebih mengenal istilah demonstrasi)
- Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999)
- Kebebasan pers dan media,
- Usaha usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan bersih. (Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada tahun 1999)
- Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi;
- Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, (eg. Sri Bintang Pamungkas dan Muktar Pakpahan)
- Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.
Dalam waktu yang relatif singkat sebagai
Presiden RI, Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam
demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan
keputusan. Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di
Indonesia dikenal baik oleh masyarakat nasional ataupun internasional
sehingga beliau dianggap sebagai “Bapak Demokrasi“.
Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR, institusi
tertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie (masalah referendum Timor-Timur),
Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang
baru pada tahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas
pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan,
dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul
dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya
ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam
pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik
dari arti sebuah demokrasi.
Karena “demokratis”-nya Habibie, maka
iapun memberikan opsi referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk
menentukan sikap masa depannya. Namun, perlu dicatat bahwa Habibie
bukanlah orang yang bodoh dengan mudah memberikan opsi referendum tanpa
alasan yang jelas dan tepat. Habibie sebagai Presiden RI memberikan opsi
referendum kepada rakyat Timor-Timur mengingat bahwa Timor-Timur tidak
masuk dalam peta wilayah Indonesia sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara yuridis, wilayah kesatuan negara
Indonesai sejak 17 Agustus 1945 adalah wilayah bekas kekuasaan
kolonialisme Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Irian
Jaya/ Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan wilayah
jajahan Portugis, dan bergabung bersama Indonesia dengan dukungan kontak
senjata.
Bagi sebagian orang menganggap bahwa masuknya militer Indonesia di Timor-Timur merupakan bentuk neo-kolonialisme baru (penjajahan modern)
dari Indonesia pada tahun 1975. Seharusnya Indonesia tidak ikut campur
pada proses kemerdekaan Timor-Timur dari penjajahan Portugis. Jadi, kita
dapat memahami dibalik landasan Habibie dimana provinsi Timor-Timur
lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perlu dicatat bahwa
kasus Aceh dan Papua berbeda dengan Timor-Timur.
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/04/02/biografi-bj-habibie-bapak-teknologi-dan-demokrasi-indonesia/2/
0 komentar:
Posting Komentar